Jalan Bonjol No.9, Tangerang Selatan,
021 7388 3564
sdialbin17@yahoo.com

Membentuk Kepribadian Anak Melalui Kisah Para Sahabat Nabi

Where Millenials Reach Out The Future

Membentuk Kepribadian Anak Melalui Kisah Para Sahabat Nabi

Sabtu, 27 Februari 2010, pagi-pagi benar kami berempat, Bu Mila, Bu Ema, Bu Yuli,dan Bu Novi, yaitu guru- guru SDIA 17 yang dikirim oleh sekolah untuk mengikuti seminar pendidikan “Meningkatkan Semangat Belajar melalui Dongeng”, sudah menunggu taxi untuk menuju Aula SDI Al-Azhar 6 Jakapermai, Bekasi. Meski dari rumah masing-masing pukul 06.30, karena jaraknya yang cukup jauh, tetap saja sampai di tempat sudah menjelang pukul 09.00.

Pembicara kali ini adalah Kak Eka Wardhana, penulis buku anak-anak produktif, yang telah menghasilkan 270 buku, 4 film animasi, dan 6 lagu anak-anak. Beliau didampingi oleh istrinya yaitu Kak Ria yang memiliki penerbitan buku “Rumah Pensil” yang saat ini menerbitkan buku-buku suaminya secara mandiri.
Masa anak-anak adalah masa mencari bentuk. Mereka punya kecenderungan untuk meniru tokoh yang mereka idolakan. Sayangnya banyak yang ditokohkan adalah tokoh fiktif atau tokoh pahlawan dari barat. Maka terjadilah krisis idola. Padahal menurut penelitian Islamlah yang paling banyak memiliki tokoh yang bisa diteladani. Tentulah ada kendala penyampaian informasi disini. Karena belum banyak guru atau orang tua yang senang bercerita kepada anak tentang keteladanan sahabat nabi. Mengapa para sahabat nabi cocok menjadi model?

Terdapat paradigma baru bahwa mengajar agama mulai dari mengenalkan tokohnya, bukan dari ritualnya (Riwayat Ath-Thabrani). Seperti ucapan Abdullan bin Mas’ud, “Barang siapa mencari tokoh teladan, maka hendaklah ia menjadikan para sahabat Rasullullah saw sebagai tokoh teladan itu.” Terbukti para sahabat rasul punya rumus keberhasilan yaitu visi + aksi + semangat = keberhasilan. Untuk itu anak-anak perlu kita didik sebagai climber. Ingatlah konsep Adversity Quotient tentang perumpamaan hidup seperti tipe-tipe orang yang berhadapan dengan sebuah gunung yaitu quitters (keluar dan menyerah), campers (puas untuk berdiam di suatu tempat), dan climbers (pantang putus asa  untuk mencapai puncak). Mengajarkan cara terbaik meramal masa depan kepada anak-anak adalah dengan  memulai melakukan dari sekarang sesuai cita-cita yang diinginkan. Langkah-langkah pencapaian tujuan yang konsisten niscaya akan menghantarkan siapapun untuk mencapai tujuan. Hellen Keller mengatakan, “ orang takkan sabar merangkak jika ia merasakan desakan di dalam dirinya untu terbang melesat. Steven E. Garner menulis dalam sepenggal puisinya,” Renungi kehidupan manusia, apa yang mereka kerjakan, dari mana saja mereka, berhentilh sejenak untuk bertanya, mengapa ada orang berjalan, yang lain terbang…”?

Dengan mengisahkan sebuah cerita secara tidak langsung kita sudah mengajarkan kepada anak kecerdasan matematis, visual, linguistic, musical, kinestetis, ekstra personal, intra personal, dan kecerdasan natural. Mengapa harus dengan kisah? Allah menyampaikan wahyu Al Qur’an sebagian besar berupa kisah. Dengan begitu keindahan sebuah teladan dan nilai moral akan lebih mudah dihayati. Kisah sangat efektif menyampaikan informasi dan bukan mustahil bisa mengubah nasib suatu bangsa karena dengan berkisah ada hubungan hangat antara pencerita, tokoh yang diceritakan, dan pendengar sehingga menciptakan keterkaiatan dua hal yaitu kehangatan dan kecerdasan. Orang tua yang rajin berkisah kepada anaknya menjelang ia tertidur, misalnya, mampu menghadirkan nuansa kehangatan itu, dan tanpa sadar orang tua telah memasukkan sekian banyak informasi dalam satu cerita yang bisa menambah pengetahuan si anak yang biasanya justru jauh lebih mudah diingat daripada dia diharuskan belajar atau menghafal dengan terpaksa. Keunggulan dari suatu kisah adalah dia bisa dihadirkan dimana saja dan kapan saja, merupakan story of life, cerita kehidupan yang selalu menarik bahkan bisa dilakukan sambil bermain.

Bercerita atau berkisah itu seni. Keahlian untuk menarik perhatian dulu sebelum masuk ke dalam cerita perlu dilakukan untuk menambah keingintahuan. Supaya pendengar tidak bosan, bisa juga menggukan trik bermain suara dengan mengatur suara, emosi, tempo, karakter tokoh, atau usia tokoh. Sedangkan dalam permainan ekspresi kita bisa menggunakan mata, gerakan tangan dan tubuh atau dengan bantuan alat peraga. Supaya anak-anak sebagai pendengar cerita bisa ikut menghayati alur ceritanya, bisa dibuat secara interaktif dengan mengajak anak memerankan tokoh cerita, mengikuti kegiatan cerita, bersama-sama menyanyi dan menari serta membiarkan anak menebak alur cerita dan tentu saja mereka akan lebih bersemangat apabila diberikan reward.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Contact Form Powered By : XYZScripts.com